Yogyakarta, 25 Juli 2025 — Pada 22 Juli 2025, Amerika Serikat (AS) secara resmi menyatakan kesediaannya untuk negosiasi  terkait Perjanjian Tarif Resiprokal (Reciprocal Trade Agreement) dengan Indonesia. Langkah ini memperkuat hubungan ekonomi bilateral kedua negara yang telah terjalin sejak penandatanganan Trade and Investment Framework Agreement pada tahun 1996 (the White House, 2025). Dua kunci utama dari hasil kesepakatan tersebut adalah penurunan tarif impor Indonesia ke AS dari 32% menjadi 19% untuk produk asal Indonesia yang tidak ada dalam produksi negaranya. Poin kedua yakni penghapusan sekitar 99% hambatan tarif untuk produk industri, pangan, dan pertanian dari AS. 

Gambar 1 : Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berjalan di Gedung Putih

Kesepakatan ini muncul karena terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS yang merencanakan kenaikan tarif impor kepada negara-negara yang merugikan ekonomi negara. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dan Penasihat Keuangan Gedung Putih, Kevin Hasset, mengatakan bahwa AS menaikkan tarif impor ke 15 negara yang dikarenakan negara tersebut mendapatkan surplus sebesar US$19 miliar yang mengakibatkan defisit neraca perdagangan AS (Kompas, 2025). Indonesia menjadi salah satu target negara yang terkena tarif impor karena Indonesia menerapkan tarif impor produk etanol AS 30 persen lebih jauh dari penetapan pemerintah AS sekitar 2,5%. Lalu, Presiden AS menyoroti kebijakan non-tariff yaitu kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di berbagai sektor (Tempo, 2025). 

Kebijakan tarif impor merupakan bentuk proteksionis terhadap produk-produk domestik dan menjadi alat efektif untuk mengurangi ancaman gangguan keamanan nasional. Artikel berita “Kenapa Indonesia Terkena Tarif Impor Donald Trump?” (2025) menyebutkan bahwa tarif impor diklaim dapat memperkuat ekonomi AS dan meningkatkan relokasi produksi ke negara asal. Kebijakan ini menimbulkan gejolak seluruh dunia seperti mitra dekat AS yaitu Uni Eropa dan Kanada akan siap membalas karena dikenakan tarif sebesar 20%. Kemudian, Cina gusar dan mengecam AS karena kebijakan tersebut memberatkan negara lain (Kompas, 2025).

Kebijakan ini secara implisit menimbulkan perang dagang, khususnya dengan Cina sebagai lawan utama yang tentunya berdampak terhadap negara yang terlibat menjalin kerja sama dengan Cina (Jakarta Post, 2024). Indonesia menjadi salah satu negara Asia Tenggara yang memiliki jalin kerja sama yang baik dengan Cina. Imbasnya, terjadi lonjakan ekspor dari Cina ke Asia Tenggara sebagai indikasi pengalihan perdagangan. Hal ini disebabkan merosotnya ekspor langsung ke AS semenjak dikenakan tarif impor lebih tinggi sebesar 145% (Kompas, 2025).

Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam posisi yang rumit. Di satu sisi, Indonesia menjadi target dalam perang dagang global akibat defisit neraca perdagangan AS. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki hubungan ekonomi erat dengan Cina yang mengakibatkan tersebarnya barang impor dari Cina di berbagai daerah. Akibatnya, Indonesia berpotensi dibanjiri produk impor dari dua negara besar sekaligus. Chu dalam Harian Kompas (2025) menyebutkan bahwa banjir barang impor bisa jadi tantangan bagi negara-negara penerima dan pelaku usaha lokal.

Salah satu pertanyaan paling menarik saat ini adalah bagaimana Cina membangun kerja sama dengan Indonesia yang secara langsung mempengaruhi ekonomi nasional. Jawabannya yaitu melalui strategi proyek Belt and Road Initiative (BRI) sebagai bentuk diplomasi Cina dengan Indonesia. Saat ini, diplomasi Cina berfokus pada pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kemitraan global. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antara Asia, Eropa, dan Afrika dengan membiayai berbagai proyek infrastruktur di negara-negara mitra (Yuliantoro, 2025).

BRI memiliki dua tujuan utama yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi Cina melalui ekspansi pasar, dan memperluas pengaruh geopolitik di wilayah strategis. Tumpuan lima prioritas dalam penerapan proyek meliputi koordinasi kebijakan, konektivitas fasilitas, perdagangan tanpa hambatan, integrasi keuangan, dan hubungan warga negara lintas batas (Yuliantoro, 2025).

Namun, terdapat konsekuensi besar dari proyek BRI untuk mitra negara. Salah satunya kasus Sri Lanka ketika proyek infrastruktur yang dibiayai oleh Cina memicu krisis ekonomi dan membuat negara tersebut kehilangan kendali atas Pelabuhan Hambantota. Biaya bunga yang tinggi dari utang menjadi beban besar yang menyebabkan kekhawatiran tentang potensi jebakan utang (debt trap). Akibatnya, Sri Lanka menjadi tidak stabil dan mengalami kerusuhan karena gagalnya melindungi ekonomi negara yang berdampak langsung terhadap warga negaranya.

Yuliantoro (2025) menyebutkan bahwa konsekuensi ini dinamakan “rogue aid” atau jebakan utang, diyakini sebagai strategi Cina untuk menjerat negara-negara berkembang dengan utang besar guna mendapatkan konsesi atas aset-aset mereka dan membuat mereka rentan akan pengaruh Cina. Yuliantoro (2025) juga menegaskan bahwa jebakan utang tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga politik dan keamanan. Ketika suatu negara tidak lagi bebas menentukan kebijakan strategis karena khawatir menyinggung pemberi pinjaman, maka kedaulatan nasional bisa terancam. Contohnya terlihat dari sikap diam pemerintah Indonesia terhadap isu Laut Natuna Utara dan isu pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur, dan tingginya masuknya pekerja migran Cina saat ini.

Meskipun demikian, Lee Jones dan Shahar Hameiri dalam pidato Prof. Dr. Nur Rachmat Yuliantoro (2025) menilai bahwa BRI bukanlah jebakan utang yang disengaja oleh Cina, melainkan konsekuensi dari dinamika internal negara penerima. Proyek tersebut bukanlah sesuatu yang disengaja oleh pemerintah Cina, melainkan sebagai bentuk konsekuensi yang tidak diharapkan. Gagal bayar utang bukan termasuk “jebakan utang” karena pemerintah negara penerima proyek BRI memiliki kepentingan tersendiri dengan segala konsekuensinya. Adanya gagal bayar disebabkan oleh lemahnya tata kelola dan tekanan pasar keuangan global. 

Sementara itu, saat ini beban utang luar negeri Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada triwulan I-2025, total utang luar negeri Indonesia mencapai US$430,4 miliar (sekitar Rp7.015 triliun. Porsi utang terbesar berasal dari utang pemerintah sebesar US$206,9 miliar (Rp3.372 triliun). Pemerintah juga dihadapkan pada jatuh tempo utang sebesar Rp800,33 triliun sepanjang 2025 dengan puncaknya pada bulan Juni (Kompas, 2025).

Proyek BRI memang membuka peluang besar bagi sektor pembangunan infrastruktur Indonesia, tetapi membawa risiko utang yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pemerintah yang cermat seperti diversifikasi sumber pembiayaan, penguatan kapasitas negosiasi, evaluasi risiko yang komprehensif, peningkatan transfer teknologi dan SDM lokal, dan diplomasi yang menjaga kemitraan tanpa mengorbankan kedaulatan nasional. Upaya ini juga berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) poin ke-8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; poin ke-9 tentang industri, inovasi dan infrastruktur; dan poin ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan.


Ingin eksplorasi topik penelitian lebih lanjut?

Temukan dan akses sumber referensi dari konten kami dengan cara : 

  1. Situs web Summon Discovery 2.0 (http://ugm.summon.serialssolutions.com) untuk akses artikel penelitian terbaru.
  2. Kunjungi DIGILIB FISIPOL Lantai 3 mengakses dan membaca koleksi koran cetak dan digital yang tersedia.

Perluas wawasan dan temukan referensi visual penelitian Anda dengan VosViewer dengan menekan tautan : http://ugm.id/vosviewerdigilib


Daftar Pustaka

  1. Karim, M. F. (2024, December 11). Trump’s second term could deepen Indonesia-China relations. The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/opinion/2024/12/12/trumps-second-term-could-deepen-indonesia-china-relations.html
  2. Muhammad, M. (2025, March 25). Indonesia Terancam Kena Tambahan Tarif Trump. Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/indonesia-terancam-kena-tambahan-tarif-trump?open_from=Search_Result_Page
  3. Primantoro, A. Y. (2025, Juni 2). Risiko Utang Luar Negeri Meningkat di Tengah Ketidakpastian. Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/risiko-utang-luar-negeri-meningkat-di-tengah-ketidakpastian?open_from=Search_Result_Page
  4. Puspita, M. D. (2025, April 8). Kenapa Indonesia Terkena Tarif Impor Donald Trump? Tempo. https://www.tempo.co/ekonomi/kenapa-indonesia-terkena-tarif-impor-donald-trump–1228629
  5. Setianto, A. (2025, Juni 12). Indonesia Dibanjiri Barang Impor China Imbas Tarif Trump. Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/indonesia-dibanjiri-barang-impor-china-imbas-tarif-trump?open_from=Search_Result_Page
  6. The White House. (2025, Juli 22). Joint Statement on Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade. The White House. https://www.whitehouse.gov/briefings-statements/2025/07/joint-statement-on-framework-for-united-states-indonesia-agreement-on-reciprocal-trade/
  7. The White House [@WhiteHouse]. (2025, Juli 23). THE GOLDEN AGE IS HERE Thanks to @POTUS, the United States and Indonesia have reached a historic trade deal.[Image attached][Post]. X. https://x.com/whitehouse/status/1947746267137802699?s=46&t=XNEPFMkdXz8MFLZcirlqrw.
  8. Widi, H. (2025, April 16). Bagaimana Indonesia Menghadapi Pukulan Ganda Tarif Trump? Kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/bagaimana-indonesia-menghadapi-pukulan-ganda-tarif-trump?open_from=Search_Result_Page.
  9. Yuliantoro, N. R. (2025, Jul 24). Isu “Jebakan Utang” dalam Pembiayaan Proyek-Proyek Belt and Road Initiative (BRI) Cina di Indonesia: Sebuah Kajian Terbuka tentang Kompleksitas dan Tantangan. Pengukuhan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. https://dgb.ugm.ac.id/file/isu-jebakan-utang-dalam-pembiayaan-proyek-proyek-belt-and-road-initiative-bri-cina-di-indonesia-sebuah-kajian-terbuka-tentang-kompleksitas-dan-tantangan/
  10. Yuliantoro, N. R. (2025). View of China’s Role in International Conflict Mediation and Its Implications for International Relations. Journal of International Studies, 8(1), 1–19. https://doi.org/10.24076/nsjis.v8i1.2051

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *